Tugas
1.4.a.8. Koneksi Antar Materi -
Modul 1.4
Disususn Oleh : Muh. Syafrudin,
CGP SMP Negeri 7 Kota Semarang Jawa Tengah
Fasilitator : Ragil Taufik
Pengajar Praktek : Karyanto Nugroho
Format media : Artikel Dalam Blog
Pada kesempatan kali ini saya akan
memaparkan koneksi antar materi modul 1.1 tentang filosofi pemikiran ki hajar
dewantara, modul 1.2 tentang nilai dan peran guru penggerak, modul 1.3 tentang
visi guru penggerak dan modul 1.4 tentang budaya positif. Narasi tentang
koneksi antar materi ini dipandu dengan pertanyaan yang tercetak tebal sebagai
pertanyaan pemantiknya. Simak dengan baik pemaparannya berikut ini:
Sejauh mana pemahaman Anda tentang
konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin
positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan,
posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga
restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?
Dalam budaya kita, makna kata
‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain
untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’
dengan ketidaknyamanan. Padahal disiplin merupakan sesuatu hal yang perlu
ditanamkan pada diri setiap individu.
Pada pokok bahasan lain banyak
sekali informasi – informasi baru yang menyadarkan diri saya bahwa dalam
mendidik anak terdapat nilai – nilai yang harus diterapkan dalam menciptakan
budaya positif. Sebagi contoh pada materi posisi kontrol guru, berdasarkan pada
teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol
yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol.
Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman,
Pemantau dan Manajer. Selama ini posisi saya berada pada penghukum dan
pembuat rasa bersalah. Tentunya hal ini sangat bertentangan dengan filosofi
pembelajaran yang diinginkan oleh Hajar Dewantara dimana kita harus bisa
memanusiakan manusia dan menuntun kodrat anak sesuai dengan zamannya. Dalam
memberikan pelayanan ke siswa/ mempunishment kita sebagai guru harus bisa
berada pada posisi manager, ada langkah dan tahapan yang harus kita lakukan
dalam mendidik anak terkait dengan kesalahan yang mereka buat.
Hal kedua yang tak terduga selama
mempelajari modul 1.4 yaitu terkait keyakinan kelas, selama ini saya hanya
berpikir bahwa tidak ada suatu keyakinan namun hanya sebatas aturan kelas,
ternyata dua hal tersebut merupakan sesuatu yang berbeda, keyakinan kelas
merupakan suatu kesepakatan yang tidak tertulis namun dipahami oleh seluruha
anggota kelas yang wajib dipatuhi tanpa perlu ada dorongan dari luar dan rasa
itu muncul dari diri siswa sendiri. Pada materi segitiga restitusi kita
diajarkan menyelesaikan kasus yang biasa terjadi di sekolah dengan tahapan dari
menstabilkan identitas, memvalidasi tindakan yang salah dan menanyakan
keyakinan, dimana selama ini saya hanya langsung menjatuhkan hukuman tanpa
mengikuti langkah dari segitiga restitusi tersebut.
Informasi yang saya peroleh dari
modul 1.4 linier dengan pemahaman pada materi sebelumnya, dimana untuk
mewujudkan pemikiran KHD dapat menerapkan informasi dalam materi budaya
positif, nilai dan peran guru penggerak dapat terwujud dengan dukungan dari
penerapan budaya positif.
Perubahan apa yang terjadi pada cara
berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda
setelah mempelajari modul ini?
Perubahan yang terjadi setelah
mempelajari modul budaya positif yaitu memperbaiki kesalahan dalam mendidik
murid di sekolah, kita tahu bahwa pasti setiap hari aka nada anak yang berbuat
salah. Kita sebagai guru harus tau bahwa kesalahan yang diperbuat oleh anak
tersebut dapat diperbaiki melalui penerapan budaya positif. Sebagai seorang
pendidik harus bisa memahami kebutuhan dasar anak terlebih dahulu supaya bisa
dicari akar permasalahan si anak tersebut melakukan kesalahan.
Selain itu budaya positif harus
segera diterapkan karena dengan kita menerapkan budaya positif tujuan
pendidikan dapat segera terwujud, tentunya hal ini harus dibarengi dengan
kesadaran dari seluruh warga sekolah, poin utama pada penerapan budaya positif
yaitu dimulai dari menciptkana kebiasaan positif yang akan berdampak pada
terciptanya budaya positif di sekolah.
Pengalaman seperti apakah yang
pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya
Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?
Pengalaman yang saya alami terkait
penerapan budaya positif yaitu rasa keinginan untuk menyelesaikan suatu masalah
dengan penerapan budaya positif, namun seringkali masalah tersebut berbenturan
dengan aturan sekolah yang menurut pendapat saya kita tidak bisa menerapkan
segitiga restitusi pada kasus – kasus tertentu. Semisal, anak yang terlibat
criminal, apakah cukup dengan menerapkan segitiga restitusi? Hal inilah yang
akan saya bangun dengan menyadarkan seluruh komponen warga sekolah untuk
bertindak prefentif dalam menekan masalah yang timbul di sekolah. Saya
berkeinginan untuk memposisikan diri sebagai manager, namun kebiasaan dan
budaya disekolah saat ini masih menerapkan hukuman sebagai tindakan yang paling
efektif dalam menerapkan kedisiplinan pada anak.
Bagaimanakah perasaan Anda ketika
mengalami hal-hal tersebut?
Perasaan saya selama ini dalam
mendisiplinkan siswa masih berada pada tingkatan sebagai penghukum dalam posisi
kontrol. Saya memiliki keinginan untuk memposisikan diri sebagai seorang
manager, berusaha memperbaiki kesalahan yang sudah saya lakukan pada waktu
sebelumnya. Dengan menempatkan diri sebagai seorang manager rasanya bahagia
ketika kita mampu mendisiplinkan anak sesuai dengan langkah terbaik supaya
siswa memiliki nilai budaya positif dari dalam dirinya, bukan bersikap disiplin
karena ada stimulus atau rangsangan dari luar. Perasaan saya lebih tertantang
untuk mengimplementasikan posisi sebagai pendidik sebagai menejer dan
menerangkan segitiga restitusi dalam meyelesaikan beberapa kasus indisiplioner
peserta didik. Karena dengan menempatkan kepada peserta didik untuk melatih
mempertanggungjawabkan perilaku dan mendukung menemukan solusi atas
permasalahannya.
Menurut Anda, terkait pengalaman
dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah
yang perlu diperbaiki?
Menurut saya sekolah saya sudah
menerapkan budaya positif di sekolah, hal itu diwujudkan dengan kegiatan
kegiatan budaya positif seperti apel bersama, sholat berjamaah bersama dan hal
hal kolaboratif lainnya yang dapat membentuk karakter budaya positif. Hal yang
perlu kembangkan lebih lanjut yaitu terkait sosialisasi nilai kebajikan yang
harus dimiliki setiap anak serta keyakinan kelas, karena masih banyak guru dan
murid belum memahami perbedaan keyakinan kelas dan aturan kelas. Hal yang perlu
diperbaiki yaitu terkait posisi kontrol, selama ini masih berada pada posisi
penghukum dan pembuat rasa bersalah, kedepan saya berkeinginan berada posisi
sebagai manager dalam menyelesaikan masalah pada anak.
Sebelum mempelajari modul ini,
ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah
yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah
mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana
perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?
Sebelum saya mempelajari modul
posisi kontrol, posisi saya yang sering saya terapkan ketika berinteraksi
dengan siswa adalah sebagai penghukum dan pembuat rasa bersalah. Perasaan saya
saat itu merasa 2 hal itu merupakan cara yang sudah benar dan terbaik karena
selama ini semasa sekolah dan awal menjadi seorang guru hal tersebut sudah
menjadi kebiasaan yang menjadi budaya. Selain itu cara yang saya terapkan
kadang membuahkan hasil, terkadang gagal bahkan peristiwa yang sama terulang
kembali alias bersifat sementara. Setelah mempelajari teori posisi kontrol
posisi yang saya gunakan yaitu sebagi pemantau dan manager, perasaan yang saya
alami yaitu saya menjadi lebih tenang, siswa lebih mudah menerima dan sadar
tentang kesalahan yang dia perbuat sehingga siswa menjadi tergerak hatinya
untuk berubah dari dalam dirinya sendiri, bukan dari paksaan atau rangsangan
dari luar. Perbedaan yang paling menonjol yaitu tentang peristiwanya, jika kita
memposisikan diri sebagai penghukum, maka perubahan siswa hanya bersifat
sementara, sedangkan ketika kita memposisikan diri sebagai manager, maka siswa
akan tergerak hatinya untuk berbuat dan memperbaiki kesalahan dan perubahan
tersebut tidak bersifat sementara.
Sebelum mempelajari modul ini,
pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan
murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda
mempraktekkannya?
Sebelumnya saya sudah melakukan
langkah segitiga restitusi namun tidak secara urut dan benar, dalam hal ini
saya melakukan hanya sebatas memvalidasi tindakan yang salah yang dilanjutkan
dengan proses menghukum, sehingga 2 langkah segitiga restitusi yang lainnya
tidak dilakukan.
Selain konsep-konsep yang
disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting
untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan
kelas maupun sekolah?
Selain filosofi Ki Hajar Dewantara,
budaya positif juga berkaitan erat dengan nilai dan peran guru penggerak serta
visi guru penggerak. Peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran dan
mewujudkan kepemimpinan murid sangat perlu dilakukan. Selain itu Peran sebagai
pemimpin pembelajaran adalah memberikan lingkungan dan kondisi yang
menyenangkan bagi siswa, melalui keyakinan kelas akan menciptakan lingkungan
yang menyenangkan bagi siswa dalam belajar, tidak hanya berpedoman pada aturan
kelas.
Hal itu terjadi karena keyakinan
kelas dibuat oleh seluruh warga kelas dan disepakati secara bersama. Selain
siswa lebih merasa nyaman dibandingkan dengan peraturan kelas yang penuh dengan
hukuman dan sangsi. Selain melalui keyakinan kelas, restitusi dapat mendidik siswa
untuk mandiri dan bertanggung jawab untuk mengatasi masalahnya sesuai dengan
keyakinan sekolah yang diyakininyasudah dipahami oleh siswa. Dengan menciptakan
budaya positif dimana guru berperan sebagai manajer dalam menghadapi murid,
sehingga murid mampu menjadi manajer bagi dirinya sendiri. Tindakan sebagai
penghukum juga harus segera ditingkatkan menjadi manager, dengan mengurangi
posisi kita sebagai penghukum maka siswa akan jadi lebih nyaman dalam menjalani
kegiatan belajar mengajar, selain itu budaya positif juga akan dapat mudah
terlaksana jika mendapat dukungan dari semua pihak warga sekolah.
Hal lain yang perlu dipelajari
adalah perlu adanya kolaborasi dalam menciptakan budaya positif di sekolah,
karena budaya positif ini tidak dapat dilakukan sendirian. Budaya positif dapat
dilakukan oleh warga sekolah yang positif pikirannya, positif perkataannya, dan
positif tindakannya.
Demikian pemaparan tentang koneksi
antar materi pada modul 1.4 Budaya Positif, selanjutnya kita akan melihat
rencana aksi langkah dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis
untuk mewujudkan budaya positif di sekolah. Rencana tersebut dituangkan berikut ini.:
Rancangan Tindakan Untuk Aksi Nyata
Judul Modul
: Pembuatan Keyakinan Kelas dan Penerapan Segitiga Restitusi sebagai
perwujudan budaya positif di SMP Negeri 7 Semarang
Nama
Peserta : Guru dan Karyawan SMP Negeri 7
Latar Belakang
Visi SMP Negeri 7 Semarang adalah Berkarakter Pancasila dan Berprestasi. Dalam
pembentukan karakter Pancasila yang sesuai visi tersebut harus disadari bersama
membutuhkan suatu penerapan budaya positif. Budaya positif menciptakan suasana
pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Untuk mewujudkannya perlu ada
disiplin positif di sekolah. Salah satu cara untuk menerapkan disiplin positif
adalah melalui proses pembentukan keyakinan kelas dan pelaksanaan segitiga
restitusi.
Tujuan
- Terwujudnya budaya positif melalui
pemahaman bersama tentang penerapan keyakinan sekolah dan keyakinan kelas
sebagai wujud kesepakatan bersama.
- Penerapan segitiga restitusi dalam
penyelesaian masalah murid di sekolah.
- Menciptakan kenyamanan belajar bagi murid
dengan menerapkan posisi kontrol manager.
- Membangun komunikasi 2 arah dengan murid sehingga
mampu mengetahui kebutuhan dasar yang dinginkan murid.
Tolok Ukur
- Terdapat poster keyakinan kelas, pada
masing-masing kelas
- Guru/karyawan dapat menerapkan segitiga
restitusi dalam menangani permasalahan siswa
Linimasa Tindakan yang akan dilakukan
:
- Menyusun modul dan mendesiminasikan budaya
positif kepada rekan sejawat baik guru maupun karyawan
- Melapor kepada kepala sekolah terkait
program kerja yang ingin dicapai
- Menyusun rencana kerja penerapan keyakinan
sekolah dan kelas serta restitusi menyusun indikator ketercapaian
penerapan keyakinan sekolah/kelas dan restitusi
- Terdapat poster atau bagan tentang
keyakinan kelas
- Mengevaluasi rencana program kerja dan
mengevaluasi serta menyusun umpan balik
terkait program yang telah dirancang
Dukungan yang dibutuhkan
- Dukungan dari kepala sekolah
- Keikutsertaan guru dan karyawan dalam
menerapkan posisi kontrol dan segitiga restitusi
- Bekerja sama dengan karyawan bagian
perlengkapan untuk program kerja yang dimulai dari deseminasi hingga
penerapan di kelas
- Membangun komunikasi dengan seluruh warga
di sekolah terkait program kerja yang telah disusun.
Terimakasih